Monday, December 03, 2007

Hamil?

"Kapan nambah lagi, din?"
"Diada udah butuh teman tuh kayanya, kapan nih?"
"Ayo buruan..udah dua tahun kan?"
"Kapan hamil lagi nih?"


Belakangan ini saya sering menerima pertanyaan seperti itu. Thanks to banyaknya teman-teman yang melahirkan pada tahun ini saja. Tak kurang dari 10 orang di negara ini dan empat orang di negara saya yang sudah atau baru saja melahirkan. Ada yang anak pertama, ada yang anak kedua, ada juga yang anak ketiga-empat-lima-enam (serius, eman!).

Tidak heran juga kalau pemerintah negara kita itu sedang melancarkan (kembali) gerakan keluarga berencana alias KB. Negara kita sedang mengalami era baby boomers lagi. Dan sepertinya ada kecenderungan ke arah pendapat "dua anak (tidak lagi) cukup, paling tidak tiga-lah" (ini murni pendapat saya lho ya, bukan penelitian BKKBN).

Lha, hubungannya dengan pertanyaan di atas?

Saya tidak menghakimi teman-teman yang punya anak lebih dari dua. Jumlah anak yang diinginkan setiap keluarga kan urusan dapur rumah tangga masing-masing. Kalau pun ada seorang teman yang tidak mau punya anak sama sekali demi mengurangi emisi gas buang sekaligus dan mengurangi pemanasan global (serius kok, ini alasannya. Ada di milis pernyataannya, :)), saya juga tidak berhak komentar.

Saya (sedang) mau merenungi alasan saya sendiri yang belum menambah anak. Biasanya saya menjawab pertanyaan di atas dengan:
"nambah lagi? mm.ntar dulu deh.."
"hamil? yang lain dulu aja deh.. ga mau ikut tren pada hamil"
"buka spiral aja belum, gimana mo hamil?"
atau dijawab oleh teman saya yang lain:
"huu.. dience baru kurus gitu disuruh hamil lagi, mana mau dia"

Hmm, kayanya jawaban terakhir yang paling betul deh, hahaha..

Tapi, apa sih alasan saya untuk (belum) hamil lagi?

Terus terang saya tidak punya jawaban pasti untuk pertanyaan ini. Ini jawaban yang mungkin.

Suami saya juga belum excited untuk menambah anak. Katanya "ntarlah, tunggu diada gede dulu". Hayo, bagaimana saya mengartikan 'gede' itu umur berapa ya? Mungkin maksudnya kita santai soal anak ini. Sama halnya ketika mau hamil anak pertama dulu. Saya cuma berharap saya baru hamil setelah magister profesi saya selesai (yang memang tidak disarankan bagi mahasiswa untuk hamil ketika sedang mengikuti program profesi). Eh ternyata saya pindah ke negeri seberang. Kuliah ditinggal. Hamil tak kunjung datang. Kita juga tidak neko-neko soal kapan akan diberi rezeki hamil. Tidak ada desakan dari keluarga kami. Saya malah senang 'pacaran' dengan suami setelah menikah. Setelah hampir dua tahun menikah, baru saya hamil Tentu saja kami senang dan eexcited. Saya tidak punya pengalaman buruk sepanjang hamil dan persalinan. Jadi, pada dasarnya tidak ada alasan 'trauma hamil pertama' yang menghalangi saya untuk hamil anak berikutnya (hehehe).
Perihal suami yang belum kepengen nambah ini juga tidak usah dibesar-besarkan. Alasan yang lebih mungkin lagi adalah kami belum puas melihat diada tumbuh dan bertingkah. Tiada hari yang terlewatkan tanpa melihat polah, mendengar celotehan diada. Saya sendiri yang (mungkin) belum siap membagi kasih saya dengan adiknya nanti. Alasan apa pula itu? Orang lain toh baik-baik saja. Dibuat-buat itu. Terserah deh. Menurut saya, itu alasan yang lebih mungkin. Dalam hal ini saya tidak peduli orang mau bilang:
"buruan, mumpung diada masih kecil, jadi sekalian gedenya"
"buruan, mumpung masih muda.."


Yang terakhir sih ada benarnya. Anyway, saya sudah memperhitungkan usia kok kalau nanti mau hamil lagi.

Sepanjang menulis ini, saya masih berfikir "memangnya apa sih yang menunda saya untuk hamil sekarang?"

Jwabannya ternyata saya tidak punya alasan apa-apa lho. Memang tidak masuk agenda saya untuk hamil saat ini.
Bahwa saya ber-KB menggunakan IUD memang alasan saya untuk menjarangkan kehamilan. Jadi, selama saya belum membuka si IUD, ya mudah-mudahan saya tidak hamil toh?
Bahwa saya memang sedang menikmati diri saya (istilah sebuah majalah: me time) ya benar juga. Saya memang baru 'enak' bergerak dengan berat badan yang ideal (lagi). Saya sedang menikmati keseimbangan ini. Saya masih bisa 'jalan-jalan' dan meninggalkan diada beberapa waktu. Saya masih bisa membaca buku-buku baru, nonton film, nonton serial di dvd ketika diada tidur (kadang juga pas dia bangun sih, hehehe) --yang kalau ada si adik bayi, saya belum tentu bisa se'bebas' ini.

Ups, saya tidak menyatakan teman-teman tidak 'bebas' lho. Saya ikut bahagia menyaksikan kelahiran 'ponakan' baru itu. Salut dengan mereka yang mampu mengurus rumah tangga sendiri tanpa ditemani asisten. Untuk yang satu itu, saya menyerah sebelum mencoba.

Sederhana saja, saya belum mau. Tidak ada alasan.

No comments: