Tuesday, April 03, 2007

This week theme: cape' ...!

Perjalanan itu dimulai hari jumat kemaren. Dari awal sudah gak enak memulainya. Tidak jadi ikut konvoi karena suatu hal yang tidak penting tapi tak dapat dijelaskan disini. Jadilah berangkat siang saat hari sudah mulai panas, mood juga sudah mulai memanas, diada juga sudah tidak mood di dalam mobil.
Hasilnya? Perjalanan yang seharusnya mengikuti petunjuk jalan 'ipoh' jadinya melewati 'jalan ipoh' yang akhirnya membuat kita berputar selama 1 jam di jalan itu baru bisa mencapai jalan tol.
Di Lumut (ini nama kota kecil negara bagian perak, kota pelabuhan untuk menyebrang ke pulau Pangkor), baru deh ketemu teman-teman lagi. Sepanjang akhir pekan cukup bersenang-senang, meski untuk nyari makan malam mesti keluar hotel dan menempuh perjalanan selama setengah jam lagi. Tapi, semuanya berharga kok. Makanan yang kita makan enak-enak, walaupun judul menunya sama aja dengan yang di Kuala Lumpur, tapi rasanya tetap unik dan pastinya lebih murah. Cihuy kan?
Nah, ketidakenakan baru bermula ketika memulai perjalanan balik ke Kuala Lumpur. Bermaksud berangkat lebih cepat karena mau makan siang dulu (dan di fast food saja biar cepat gitu maksudnya), eh malah yang terjadi tidak disangka-sangka.
Begitu selesai makan siang dan membeli sedikit oleh-oleh di sekitar pelabuhan jetty, perjalanan menuju teluk intan saja bukan main penuh perjuangan. Kita harus berhenti sekitar satu jam, karena di depan ada tabrakan beruntun dan jalan dialihkan menjadi satu arah secara bergantian. Alamak.. !
Setelah mulai berjalan, penderitaan tidak sampai disitu saja. Perjalanan yang normalnya cuma memakan waktu 3-4 jam itu berkembang menjadi 7jam! Kita berangkat resmi (setelah beli oleh0oleh) sekitar jam 3 dan baru sampa di restoran Garuda jam 10 malam teng! Saya sih tak bisa berbuat apa-apa selain men-support suami yang masih harus nginjak kopling (mana jalanan macet gitu, silakan bayangkan sendiri nyetir mobil manual), berdoa semoga diada tidak rewel, dan yang terutama mobil kami tidak berulah. Alhamdulillah, akhirnya semua sampai dengan selamat, walaupun komentar terakhirnya adalah: capeeeeee....!
Cerita sampingan saya nih:
Sewaktu berangkat menuju Lumut, kami sempat singgah di masjid untuk suami sholat jumat dan nyuapin diada makan siang. Waktu itu kebetulan azan belum bergema. Saya dan si mbak duduk di samping masjid, kebetulan ada meja dan bangku batu. Begitu azan selesai, ada seorang pakcik yang meneriaki gerombolan remaja yang sedang nongkrong di atas motor. Si pakcik berteriak-teriak memarahi mereka yang tetap tidak peduli dengan panggilan azan dan tidak segera memasuki majid. Gerombolan ini tetap tidak peduli. Si pakcik mengejar mereka dengan tongkat sapu sembari tetap berteriak-teriak. Gerombolan ini berpencar mencari selamat dari si tangkai sapu pakcik. Ada yang lari masuk masjid, ada yang masuk toilet, ada yang bersembunyi di balik mobil-mobil. Setelah tak satu pun terlihat, barulah pakcik masuk masjid dan sholat pun dimulai. Eeee seakan tahu sholat sudah bermula, gerombolan ini pun kembali ke pangkalan motor, menghidupkan mesin, menggas mesin kencang-kencang , dan kabur! Sungguh tidak menghormati masjid --pikir saya. Mereka sudah pun memakai baju rapih, kain sarung, dan kopiah. Saya cuma bisa menarik nafas panjang saja Di mobil, saya bercerita dengan suami mengenai kejadian tadi. Suami saya malah bercerita betapa 'hangat'nya suasana di dalam masjid itu. Semua berpakaian rapih di dalam masjid, lengkap dengan kopiah. Suami jadi malu hati karena memakai baju kaos saja. Betapa mereka semua saling mengenal dan saling menyalami. Wah, mungkin ceritanya rindu kampung dan sanak saudara nih suami saya. Kami pun kembali melanjutkan 65km perjalanan menuju Damai Laut, Lumut.

This week theme: cape' ...!

Perjalanan itu dimulai hari jumat kemaren. Dari awal sudah gak enak memulainya. Tidak jadi ikut konvoi karena suatu hal yang tidak penting tapi tak dapat dijelaskan disini. Jadilah berangkat siang saat hari sudah mulai panas, mood juga sudah mulai memanas, diada juga sudah tidak mood di dalam mobil.
Hasilnya? Perjalanan yang seharusnya mengikuti petunjuk jalan 'ipoh' jadinya melewati 'jalan ipoh' yang akhirnya membuat kita berputar selama 1 jam di jalan itu baru bisa mencapai jalan tol.
Di Lumut (ini nama kota kecil negara bagian perak, kota pelabuhan untuk menyebrang ke pulau Pangkor), baru deh ketemu teman-teman lagi. Sepanjang akhir pekan cukup bersenang-senang, meski untuk nyari makan malam mesti keluar hotel dan menempuh perjalanan selama setengah jam lagi. Tapi, semuanya berharga kok. Makanan yang kita makan enak-enak, walaupun judul menunya sama aja dengan yang di Kuala Lumpur, tapi rasanya tetap unik dan pastinya lebih murah. Cihuy kan?
Nah, ketidakenakan baru bermula ketika memulai perjalanan balik ke Kuala Lumpur. Bermaksud berangkat lebih cepat karena mau makan siang dulu (dan di fast food saja biar cepat gitu maksudnya), eh malah yang terjadi tidak disangka-sangka.
Begitu selesai makan siang dan membeli sedikit oleh-oleh di sekitar pelabuhan jetty, perjalanan menuju teluk intan saja bukan main penuh perjuangan. Kita harus berhenti sekitar satu jam, karena di depan ada tabrakan beruntun dan jalan dialihkan menjadi satu arah secara bergantian. Alamak.. !
Setelah mulai berjalan, penderitaan tidak sampai disitu saja. Perjalanan yang normalnya cuma memakan waktu 3-4 jam itu berkembang menjadi 7jam! Kita berangkat resmi (setelah beli oleh0oleh) sekitar jam 3 dan baru sampa di restoran Garuda jam 10 malam teng! Saya sih tak bisa berbuat apa-apa selain men-support suami yang masih harus nginjak kopling (mana jalanan macet gitu, silakan bayangkan sendiri nyetir mobil manual), berdoa semoga diada tidak rewel, dan yang terutama mobil kami tidak berulah. Alhamdulillah, akhirnya semua sampai dengan selamat, walaupun komentar terakhirnya adalah: capeeeeee....!
Cerita sampingan saya nih:
Sewaktu berangkat menuju Lumut, kami sempat singgah di masjid untuk suami sholat jumat dan nyuapin diada makan siang. Waktu itu kebetulan azan belum bergema. Saya dan si mbak duduk di samping masjid, kebetulan ada meja dan bangku batu. Begitu azan selesai, ada seorang pakcik yang meneriaki gerombolan remaja yang sedang nongkrong di atas motor. Si pakcik berteriak-teriak memarahi mereka yang tetap tidak peduli dengan panggilan azan dan tidak segera memasuki majid. Gerombolan ini tetap tidak peduli. Si pakcik mengejar mereka dengan tongkat sapu sembari tetap berteriak-teriak. Gerombolan ini berpencar mencari selamat dari si tangkai sapu pakcik. Ada yang lari masuk masjid, ada yang masuk toilet, ada yang bersembunyi di balik mobil-mobil. Setelah tak satu pun terlihat, barulah pakcik masuk masjid dan sholat pun dimulai. Eeee seakan tahu sholat sudah bermula, gerombolan ini pun kembali ke pangkalan motor, menghidupkan mesin, menggas mesin kencang-kencang , dan kabur! Sungguh tidak menghormati masjid --pikir saya. Mereka sudah pun memakai baju rapih, kain sarung, dan kopiah. Saya cuma bisa menarik nafas panjang saja Di mobil, saya bercerita dengan suami mengenai kejadian tadi. Suami saya malah bercerita betapa 'hangat'nya suasana di dalam masjid itu. Semua berpakaian rapih di dalam masjid, lengkap dengan kopiah. Suami jadi malu hati karena memakai baju kaos saja. Betapa mereka semua saling mengenal dan saling menyalami. Wah, mungkin ceritanya rindu kampung dan sanak saudara nih suami saya. Kami pun kembali melanjutkan 65km perjalanan menuju Damai Laut, Lumut.